Aku
berusaha menenangkan Laila, tapi pikiranku berkelana dan semua kejadian ini
mengingatkanku pada kakak perempuanku . Kak Sinta yang aku dulu sayangi lebih
dari ibuku sendiri. Kak Sinta yang dulu selalu membantuku mengerjakan PR,
mengajariku banyak hal ketika ibu sedang membanting tulang untuk menghidupi
kami. Kak Sinta yang mengingatkanku agar tidak mudah percaya pada orang lain,
terutama laki – laki. Kak Sinta yang menelan ludahnya sendiri, yang memberikan
kehormatannya pada laki – laki yang baru dikenalnya. Laki – laki yang
membuatnya terjerat banyak hutang dan membuat keluarga kami hancur.
“Sssh,
sshh, udah. Tenangin diri kamu. Malu nih dilihat orang - orang” ucapku sambil
mengusap bahu Laila.