Saturday 14 June 2014

Chapter 1 Part 1



Aku harap aku bisa membunuh waktu.
Di luar hujan deras. Angin juga berhembus kencang. Tetes-tetes air hujan menerpa kaca dan membuat kegaduhan. Aku menyesal aku tidak membawa jas hujan atau setidaknya sebuah payung. Membuatku tidak bisa sampai di rumah tepat waktu. Aku bisa saja pulang menaiki taksi, tapi aku punya hal lain yang lebih kupedulikan ketimbang menghemat waktu dan tenagaku dengan menaiki kendaraan umum.
Selama ini aku selalu berjalan. Tapi tentu saja aku punya batasan. Jikalau aku perlu waktu lebih dari satu jam aku akan berpikir ulang. Masih banyak yang bisa aku lakukan. Aku hanya menyediakan waktu dua jam dalam sehari untuk melakukan perjalanan.
Aku senang sekali berjalan. Menikmati keadaan yang sebenarnya nyaris sama setiap harinya. Orang-orang berseliweran, tukang dagang di pinggir jalan, suara bising kendaraan yang melintas, tidak lupa alunan lagu dari para pemusik jalanan di setiap perempatan jalan besar. Keadaan yang selalu kurasa tidak akan pernah bisa kunikmati lagi.
Entah apa yang kupikirkan tapi memang itulah kenyataannya. Aku berusaha menikmati setiap detik yang aku punya. Termasuk saat aku memutuskan untuk berteduh disebuah kafe dan menikmati secangkir cappuccino hangat.
Tidak banyak orang di tempat ini. Masih banyak kursi kosong yang bisa ditempati. Beberapa pelayan tetap tersenyum meski aku bisa melihat mereka lelah karena hanya berdiri dalam dia karena tidak banyak pelanggan. Perempuan dibalik meja kasir memperhatikan dengan wajah penuh harap pada pasangan di pojok ruangan yang sepertinya sudah ada di sana sejak lama. Laki-laki di depan pintu depan yang masih rapi sesekali memegang gagang pintu untuk orang-orang yang ia pikir akan masuk ke tempat ini. Sepasang pelayan berdiri di samping sebuah meja kecil yang di atasnya ada setumpuk buku menu. Sisanya kurasa ada di dapur. sayup-sayup aku bisa mendengar suara mereka yang mengobrol. Aku yakin di sanalah yang paling menikmati kalau tidak ada pelanggan.
Aku meneguk kopi kesukaanku perlahan. Merasakan hangatnya mengalir di kerongkongan. Kupejamkan mataku dan berharap panasnya akan menyebar ke seluruh tubuhku yang sekarang kedinginan. Tentu saja itu tidak terjadi. Aku tetap kedinginan. dan yang paling kusayangkan aku tetap sendiri.
Aku berharap aku bisa mendapat seorang teman mengobrol. Aku yakin aku akan lama duduk di tempat ini. Menunggu hujan reda namun sama sekali tidak ada tanda-tanda kalau hal itu akan terjadi dalam waktu dekat. Kalaupun aku mencari taksi agar bisa langsung pulang, aku tetap saja akan kebasahan karena aku perlu berjalan lebih dulu hingga ke ujung gang. Kini aku hanya bisa menikmati kopi dan berharap kesendirian lekas pergi.


1 comment:

  1. Keren!
    Karakter "aku" kuat banget, dari cara bercerita, cara berpikir sama tingkahnya.
    Tahu-tahu, udah selesai aja part 1 :)

    ReplyDelete