Wednesday 18 June 2014

Chapter 1 Part 5

cerita sebelumnya....




Entah ada apa sebenarnya dengan hari ini. banyak keganjilan yang aku alami. Pada diri dan perasaanku sendiri, lalu kini pada Laila – sahabat yang tiba-tiba seperti tidak aku kenali. Ah, suara teduh Ibu tempo hari seperti terngiang kembali di telingaku.
“Dunia ini penuh misteri, Nak… jangan lengah, akan langkahmu tak mudah goyah”, ucapnya sembari membelai rambutku saat itu. Ah, Ibu… bahkan saat ini pun aku tengah merasa amat goyah. Pada sesuatu yang pernah aku perjuangkan sekuat yang aku bisa.
Aku dan Laila masih saling diam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Aku menatapnya dalam. Mendung masih pekat membayang di wajahnya. Lalu kualihkan pandang ke arah lelaki asing tadi berdiri, dan ternyata ia masih tetap di situ. Lelaki itu seperti menjelma patung yang sama sekali tak peduli meski tempias air hujan telah membuatnya basah kuyup.
“Aku nggak nyangka dunia sesempit ini, hingga aku harus melihat lelaki itu lagi di sini…” ucap Laila lirih, sembari ikut memperhatikan lelaki itu yang masih tetap tampak terpaku.
“Siapa sebenarnya laki-laki itu, La?” rasa penasaranku mulai memuncak.
Laila mendesah pelan. menatap kosong ke arah vas bunga penghias meja, tepat di depan kami. “Aku baru tahu betapa cinta bisa membuatku terbang begitu tinggi pada satu waktu, lalu membantingku tanpa ampun pada menit berikutnya” ucap Laila lagi, seperti tak sedikitpun peduli pada rasa penasaranku.
Kalau saja akal sehatku menguap separuh saja setelah beberapa kejadian yang membuat hidupku seperti terbolak-balik tak menentu dalam beberapa hari ini, maka aku akan berteriak. Membiarkan semua pengunjung café menyangka aku gila, dan agar Laila tahu bahwa apapun badai yang tengah ia alami, sejatinya tak hanya ia yang merasakan.
Hidup memang penuh misteri. Bahkan untuk hal-hal kecil semacam ini. tadi aku memutuskan untuk menyempatkan bertemu Laila di tengah sempitnya waktuku dengan harapan besar akan mendapat sokongan keceriaan darinya – karna selama ini selalu begitu. Tapi nyatanya?
Kini aku ingin tertawa sekeras-kerasnya. Menertawakan Laila yang ternyata tak seberapa tegar seperti yang selama ini selalu ia katakanya, dan tertawa bahagia karna ternyata aku tak serapuh yang banyak orang kira. 
Laila kini tampak kembali tersedu. Tapi aku memutuskan membiarkan. Biar saja dia menangis sepuas yang dia mau. Agar dia tahu bahwa dunia tak hanya berisi cerah warna pelangi dan nyanyian merdu. Agar dia tahu bahwa adakalanya menangis membuat kita kembali merasa mampu kembali menapaki hari-hari.



 bersambung....


created by Rosa @ Aku dan Buku

1 comment:

  1. puk puk "aku", banyak masalah yang muncul dalam pikirannya dalam waktu singkat XD

    ReplyDelete